WELCOME to pusatceritadewasaku.blogspot.com

Blog ini merupakan kumpulan Cerita Dewasa dimana dunia maya menyebutnya cerita dewasa, cerita seru, cerita lucah, cerita sex atau cerita porno. Blog ini akan terus kami update. Masukan dari pembaca kami ucapkan terima kasih

Tuesday, June 14, 2011

Eksanti, (Probably) The Last Session - 3

Lanjutan dari bagian 2

Eksanti diam sejenak, mungkin menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja dialaminya. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Eksanti tiba-tiba berdiri dan mendorong tubuhku hingga terlentang di atas kasur. Langsung saja Eksanti aku ajak bermain dengan pose 69. Aku segera naik ke atas tubuhnya dan kejantananku aku posisikan di persis hadapan mulut Eksanti. Ia dengan sigap mulai mempermainkan batang keperkasaanku dengan lidah dan mulutnya. Aku sendiri kembali menyingkap bulu-bulu pubisnya yang rimbun itu. Aku menjilat-jilat liar klitorisnya, menggigit-gigit lembut dan kadang-kadang aku kembali menarik-nariknya dengan jepitan bibirku. Eksanti tampak terangsang sekali dengan permainan mulutku di daerah kewanitaannya itu. Apalagi pahanya sekarang aku buka lebar-lebar dan daerah selangkangan antara anus dan kewanitaannya aku gosok terus dengan jari-jemariku, kadang-kadang aku jilati lagi.

Begitu klitorisnya aku getar-getarkan dengan ujung lidahku yang bergerak begitu cepat, hanya semenit saja Eksanti sudah berontak dengan kaki dan pantatnya digerakkan kesana kemari.
Ia kemudian mengaduh keras, "Occhh mass.., Santi nggak tahan.. Santi keluarr.., lemas mass.. ouchh..".
Saat itu terasa lendirnya meleleh deras dan kembali membasahi ujung hidungku. Segera mulutku kembali mencucup lubang kewanitaannya, aku menyedot semua lendir cinta yang keluar dari lubang surgawinya. Sungguh, akupun juga merasakan nikmat dari lelehan lendirnya itu. Kewanitaan Eksanti menjadi basah semua, campuran antara air liurku dengan lendir cintanya.

Setelah gelombang birahinya mereda, aku sekarang membelai rambutnya dan mengusap keringat yang banyak muncul membasahi keningnya seraya bertanya, "Eksanti, kamu sudah capai?".
"Belum Mas, Eksanti cuma lemas saja karena nggak kuat menahan kenikmatan yang luar biasa dari permainan lidah Mas tadi. Rasanya sampai ujung rambut dan ujung kaki Mas," sahutnya.
"Kalau begitu kita bercinta lagi yaa..?" pintaku.
Eksanti mengganggukan kepala sambil tersenyum, "..mas tadi curang, ntar Santi mau balas..!", ia menambahkan.

Lalu dengan lincahnya lidah Eksanti yang hangat mulai menelusuri tubuhku. Sekarang aku yang mendesah tak karuan, apalagi dengan ganasnya Eksanti menjilat-jilat puting dadaku. Dihisapnya pelan dan kadang digigit, sementara tangannya dengan lembut mengocok kejantananku yang kian membengkak dan mengeras.
"Santii.., Mas sudah nggak tahan..!"
Tetapi sepertinya Eksanti tidak peduli, kini kejantananku sudah berada di dalam mulutnya yang mungil, sementara jari-jarinya tetap mengelus-ngelus dadaku dan menjentik-jentik puting dadaku, membuat seluruh aliran darahku bergejolak menahan kenikmatan yang luar biasa. Tanganku dengan gemas meremas pinggul dan buah pantat Santi yang kenyal. Payudaranya juga terus aku elus dan putingnya aku pilin lembut.

Nafsu Eksanti kembali bangkit dan ia langsung menduduki kejantananku yang sudah basah oleh lumasan air liurnya. Jari-jemarinya membimbing kejantananku memasuki celah kewanitaannya. Berapa kali sudah kepala kejantananku meleset dan mengenai buah pantat Eksanti. Dalam posisi seperti ini memang agak sulit, karena bibir kewanitaan Eksanti agak mengering. Cairan cintanya telah habis terkuras tadi, apalagi lobang kewanitaan Eksanti memang masih tampak sangat rapat. Jari-jemariku saja tadi masih terasa terjepit keras oleh denyutan dinding-dinding kewanitaannya, apalagi kejantananku nanti..

"Mas di atas deh..!" akhirnya Eksanti menyerah.
Aku membuka paha Eksanti lebar-lebar, bulu kewanitaannya yang hitam aku sibakkan ke samping. Dengan perlahan-lahan kejantananku aku gosok-gosokkan di sekitar daging kecil merahnya. Eksanti dengan rasa tidak sabar langsung saja memegang batang kejantananku dan mengarahkan ujung kepalanya ke sasaran.
"Tekan Mass..!, yang kerass.."
Aku segera memajukan pinggulku sedikit, "Blesshh..!"
"Achh..", Eksanti menjerit saat kepala kejantananku terbenam.
"Kenapa Santii..? Sakit..?" aku kuatir Eksanti merasa kesakitan.
Eksanti hanya menggeleng dan semakin erat memelukku. Jepitan bibir kewanitaan Eksanti di batang kejantananku sungguh luar biasa nikmatnya. Benar-benar sesak, membuat kejantananku semakin membengkak dan mengeras.

Perlahan aku mulai memompa, setengah kejantananku terdorong masuk, lalu aku tarik kembali, masuk lagi, tarik lagi, begitu seterusnya. Sementara erangan dari mulut Eksanti semakin tidak jelas, dengus nafas kami berdua sudah seperti lokomotif tua menahan kenikmatan yang kian menyerang tubuh kami. Gerakanku semakin cepat dan tidak beraturan.
"Oh.., mass.. nik.. mat..! Santi mau keluar..!"
"Tahan Santii..! Mas juga mau keluar.."
Akhirnya saat kejantananku aku sentakkan kuat, hingga amblas sedalam-dalamnya, sekujur tubuh Eksanti bergetar hebat. Kedua tangannya menahan pantatku agar menusuk semakin dalam, kedua kakinya yang mulus menjepit kuat pundakku.

"Aacchh.. Mass.." Santi sudah orgasme lagi.
Kejantananku terasa hangat akibat semburan air cinta dari dalam kewanitaan Eksanti, sementara aku sendiri mencoba bertahan sekuat mungkin agar spermaku jangan sampai keluar terlebih dahulu. Terjanganku semakin melambat untuk memberikan keleluasaan bagi Eksanti menikmati sisa-sisa orgasmenya. Aku diamkan sejenak kejantananku di dalam kewanitaan Eksanti, menikmati denyutan-denyutan lembut di seluruh batang kejantananku.

"Mas.., Santi puas sekali, multi orgasme Santi datang betubi-tubi," Santi mengerang lirih.
"Memangnya, sebelumnya Santi nggak pernah ngalamin yang seperti ini..?", aku sedikit heran mendengar ungkapannya.
"Entahlah.., sepertinya yang ini lain. Mas, belum keluar ya..?", Eksanti balik bertanya kepadaku.
"He.. eh..," aku mengangguk.
"Kenapa..? Nggak enak, ya..?", Eksanti merasa bersalah.
"Enggak, bukan itu. Malam ini aku hanya ingin memberikan kepuasan yang maksimal untuk Santi..!", aku berkata sambil mengecup lembut keningnya.
"Jangan begitu dong.., Mas kan belum..? Ayo dong..! Keluarin..!" Eksanti merengek manja.
"Kamu masih kuat..?" tanyaku.
"He-em..," Eksanti mengangguk mantap.

Kejantananku yang masih menegang di dalam kewanitaan Eksanti mulai aku naik-turunkan kembali, Aku mendorong batang kejantananku pelan-pelan ke lubang kewanitaannya. Kemudian aku tarik keluar lagi pelan-pelan. Setelah masuk.. keluar.. masuk.. keluar.. dengan lancar berulang-ulang, lalu kejantananku langsung aku benamkan seluruhnya ke dalam kewanitaannya. Eksanti menghela napas panjang menahan sakit dan nikmatnya akibat masuknya terlalu cepat ke dalam. Karena itu aku gerakkan pantatku memutar searah jarum jam. Pelan tapi pasti, Eksanti mulai terbawa nafsu kembali. Luar biasa, padahal Eksanti sudah 3-4 kali menikmati orgasmenya, tapi ternyata dia masih menginginkannya lagi. Aku semakin bersemangat. Eksanti menjerit-jerit nikmat karena klitorisnya tergesek oleh bulu-bulu pubisku dan dinding dalam kewanitaannya tergesek-gesek oleh otot-otot kekar batang kejantananku yang mengeras. Dan akhirnya Eksanti pun kembali mampu dengan lincah menggoyang-goyangkan pinggulnya mengimbangi tusukan-tusukan kejantananku.

Ia berbisik lirih, "Ouucchh.. Mass.., nikmatt.., rasanya luar biasa. Aku mau sampaii.. lagi mass..". Mendengar bisikannya itu, aku langsung mencium payudaranya yang sebelah kiri, karena Eksanti sering mengatakan payudara kirinya lebih sensitive daripada yang kanan. Putingnya langsung aku getarkan lagi dengan ujung lidahku. Tidak beberapa lama kemudian, hanya beberapa detik, terasa kewanitaannya mencengkeram kejantananku dan berdenyut-denyut cepat. Kembali ada lendir hangat yang menyiram kejantananku. Eksanti sudah mencapai klimaksnya yang kesekian kali, ia tampak terkulai lemas.

"Capek, Santi..?" tanyaku.
"Iya.., Mas," sahutnya lirih manja.
"Tolong Mas, please.., Eksanti mau merasakan air maninya Mas di kewanitaanku," pintanya.
"Sekarang?" tanyaku.
"Iya.., mas", ia menjawab mantap.
"Tahan sebentar lagi yaa.., nanti aku semprotkan", aku semakin bersemangat

Lima belas menit kembali berlalu, peluh sudah membasahi seluruh tubuh kami, berbagai gaya sudah aku jalani, dan Eksanti sungguh pandai mengimbanginya. Apa lagi waktu doggy style, goyangan pantatnya sungguh nikmat sekali. Aku hampir tidak tahan. Aku segera membalikkan Eksanti ke posisi konvensional, saling berhadapan, sambil terus menusuk. Aku menghisap ganas kedua bukit payudara Eksanti yang sexy. Putingnya yang tegang mencuat, aku hisap kuat-kuat. Eksanti mengerang hebat, dan dia membalas dengan mengusap-usap pula puting dadaku. Ternyata disinilah kelemahanku. Rasa nikmat yang aku terima dari dua arah, dada dan kejantananku, membuat seluruh sumsumku bergetar hebat.

"Sannti.., Mas mau keluar.. Santii..!"
"Bareng, Mas..! Ayoo lebih cepat..!"
Dengan menguras seluruh kemampuanku, aku terus mempercepat tusukanku. Kapala kejantananku rasanya sudah menggembung menahan sperma yang akan muncrat. Gerakan pantatku sudah tidak beraturan lagi, hingga akhirnya, saat tusukanku semakin keras, dan puting dadaku dipilin keduanya oleh jemari lentik Eksanti, aku merasa akan segera melepaskan puncak ejakulasiku. Aku mengkonsentrasikan segenap pikiranku pada segala keindahan tubuh Eksanti yang ada di depan mataku. Ekspresi wajahnya sangat sensual, bibirnya yang merah basah tampak semakin merangsang. Aku genjot terus menggerakan kejantananku naik turun dan semakin lama semakin cepat. Sampai suatu saat Eksanti menggeliat, menggelinjang tak keruan sambil menarik lepas sprei dan meremas-remasnya. Dan akhirnya.. plass.. plass.. plass.. (8x). Air maniku tumpah ruah, sambil aku tekankan kejantananku dalam-dalam di kewanitaannya. Eksanti merasakan semburan kehangatan yang sangat ia inginkan di dalam rongga rahimnya.
"Achh..! Aku keluar Santii..!"
"Ssshh.. aacchh, Eksanti merasakan kehangatan yang luar biasa dari air manimu, mas"
Dan Eksanti pun orgasme lagi untuk yang ke sekian kalinya. Kejantananku kembali merasakan bibir kewanitaannya berdenyut-denyut. Kuku-kuku jemari tangannya menancap keras di pundakku dan tubuhnya mengejang kaku.
"Achh..!" Eksanti menjerit keras seiring dengan gerakan pinggulku yang terakhir.
Yah.., kami orgasme bersamaan.

*********

Jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Eksanti merebahkan kepalanya di dadaku. Aku hanya mampu membelai-belai lembut rambutnya. Aku mencium mesra keningnya, dan kami berdua tekulai lemas berpelukan. Setelah beberapa saat, tidak terasa kami tertidur lelap bertindihan sambil berpelukan. Tiba-tiba Eksanti terbangun. Jam telah menunjukkan pukul 1 dini hari. Eksanti cepat-cepat beranjak dari pembaringan, menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari segenap cairan cinta kami yang membasahi kewanitaannya. Setelah selesai, ia mengambil handuk yang dibasahi dengan air hangat lalu membersihkan kejantananku. Aku masih tetap terlelap di atas tempat tidurku. Begitu aku merasakan kehangatan di bawah sana, akupun terbangun. Eksanti menatapku dengan tersenyum manis. Setelah kejantananku bersih, sesaat ia mengecup ujung kepalanya lalu Eksanti bergegas memakai gaunnya kembali. Celana dalamnya tidak ia kenakan, hanya dilipat dan dimasukkan ke dalam tas kecilnya. Celana dalam itu masih basah terkena lendir saat aku permainkan kewanitaannya di restoran tadi malam. Demikian pula denganku, aku segera mengenakan pakaian dan bersiap untuk keluar dari motel ini

********

"Santi, kapan kamu benar-benar effektif off dari kantor kita?", aku bertanya kepada Eksanti dalam perjalanan kami pulang.
"Mungkin minggu depan, saat akhir bulan. Surat persetujuan pengunduran diri dari personalia sudah Santi terima. Perusahaan yang baru juga sudah menyiapkan segala kebutuhanku di tempat baru", ia menjawab pertanyaanku dengan mata menerawang.
"Terus.. Santi, jadi menikah dengan Yoga?", aku kembali bertanya mengagetkannya.
Ada sedikit nada cemburu dalam pertanyaanku itu.
"Entahlah, mungkin masih 2-3 bulan baru sempat mikir persiapannya", tatapan mata Eksanti semakin menerawang.
"Kenapa?" tanyaku dengan berhati-hati.
"Santi menunggu persetujuan penempatan Yoga di Jakarta dulu", sahutnya tegas.

Tiba-tiba Eksanti merebahkan kepalanya ke bahuku sambil berkata, "Eksanti sengaja nggak akan kawin cepat-cepat dulu kok Mas, nunggu kalau mungkin ada suatu mukjizat".
"Maksud Santi?" tanyaku keheranan .
"Siapa tahu suatu saat aku mendapat kabar gembira dari Mas. Dan akhirnya kita, aku dan Mas malah bisa menikah, bukan aku dengan Yoga.. Malam ini aku benar-benar merasakan kenikmatan yang sangat dari Mas. Lebih dari itu, Eksanti merasakan Mas menyayangi Santi dengan penuh kasih.. Kemesraan yang Mas ungkapkan kepada Santi, seperti layaknya kemesraan sepasang suami istri yang dipenuhi rasa cinta, Bukan hanya sekedar nafsu semata..", ia menjelaskan dengan sesekali menghela nafas panjang.
"Benar..?", aku menukas ucapannya dengan tersenyum.
"Semoga benar begitu, yaa.. Mas. Echh.., kapan-kapan kalau Eksanti kepingin, masih boleh 'kan merasakan kasih sayang Mas lagi..?", ia memohon sambil mencium mesra pipiku.
"Kapan saja Eksanti merasa kangen, Mas selalu akan bersedia nemenin. Tetapi Eksanti harus benar-benar mengatur waktunya, jangan sampai hubunganmu dengan Yoga terganggu yaa..!" pesanku. Ia mengangguk, sambil sekali lagi menghela nafas panjang. Aku merasakan, ada suatu kebimbangan yang melanda fikirannya dengan hebat.

Saat mobilku sampai d depan pagar rumah kostnya, Eksanti tidak segera turun. Ia malah merangkul leherku dan menarik keras kepalaku. Ia mencium seluruh wajahku dengan penuh perasaan. Terlihat matanya memerah dan berkaca-kaca. Aku menjadi trenyuh dibuatnya. Aku membelai rambutnya dan aku mengusap matanya yang mulai berair, sambil berbisik lirih,"Eksanti jangan sedih. 'Kan kalau kamu mau, setiap saat kita masih bisa bertemu. Santi malam ini sudah capek 'kan, nanti langsung istirahat yaa.., jangan melamun macam-macam yaa.. sayang?", aku berpesan sambil membelai lembut rambutnya. Eksanti pun kemudian turun dari mobilku dengan tersenyum kecil. Rasa gundahnya sedikir mencair, setelah ia mendengarkan kata-kataku yang terakhir.

*****

Seminggu sejak kejadian malam itu, Eksanti akhirnya benar-benar mengundurkan diri dari kantorku. Ia pindah ke perusahaan lain, walaupun masih tetap berada di Jakarta. Ia masih menjadi kekasih Yoga, dan bahkan akan segera merencanakan pernikahannya. Walaupun demikian, aku juga masih menjadi kekasih gelapnya. Ia sering mengaku, tidak pernah mencapai kepuasan dan kebahagiaan dari Yoga seperti yang ia peroleh dariku. Tetapi bagaimanapun, menurutku Eksanti memerlukan status yang jelas dan masa depan yang lebih pasti. Sejujurnya, aku tidak mau mengganggunya lagi. Tetapi, sanggupkah aku menahan rasa itu..?

2 comments: