Sambungan dari bagian 01
"Kamu tau nggak sih..? Aku juga kangen kamu." Esther berkata begitu sambil tangannya yang satu menunjuk ke arah batang kemaluanku dan tatapannya juga tertuju ke arah yang sama.
Aku jadi tersenyum geli melihat tingkah polahnya.
Lalu dia melanjutkan, "Kamu kangen sama Aku juga, kan..? Aku nggak mau kehilangan kamu, tau nggak..? Awas ya kalau kamu main-main selain sama Aku, bilang sama boss kamu, kalau kamu dilarang main-main sama yang lain, kecuali sama Aku, gitu..!"
Aku mendengarnya semakin geli. Ada-ada aja anak ini. Tapi sedetik kemudian, mulutEsther sudah dalam posisi siap menerkam rudalku. Aku sendiri kaget, karena memang tidak siap, lalu, "Sluupp.." mulut Esther yang sudah menganga itu melahap dengan lembutnya batang penisku.
"Ouuhh.. sshh.." gantian aku yang sekarang merintih pelan, merasakan kehangatan dan kelembutan mulut kekasihku ini pada rudalku.
Dijilat perlahan dari pucuk kepala batang kemaluanku terus menelusur ke bawah, sampai mendekati kedua bola pada pangkal kemaluanku. Demikian terus Esther menjilati dengan matanya setengah tertutup, seolah dia memang sedang menikmati makanan atau permainan yang sangat digemarinya. Aku pun tambah kelojotan menerima perlakuan lidah Esther yang hangat dan lembut menyapu setiap mili kulit kemaluanku. Apalagi sekarang mulutnya mulai mengenyot buah zakar-ku dengan lembut, bergantian kiri dan kanan, sementara tangan kanannya tetap mengurut dan meremas-remas batang kemaluanku.
"Yaahh.. Sayang.. teruss.. eehh.. eesshh.. esstt.. aduh.. enakkhh Sayang..!" tanpa sadar keluar rintihan nikmat dari mulutku, merasakan nikmat bercampur ngilu di biji kemaluanku begitu diemut mulut Esther.
"Ehhmm.. mmhh.. srupp.. sleepp.." sayup-sayup juga terdengar bunyi dari batang kemaluanku yang makin ganas dikenyot dan keluar masuk ke dalam mulut Esther, yang bagiku terlihat seksi jika sedang menggarap batang rudalku itu.
Mungkin karena refleks, tanganku pun mulai bergerilya mengusap-usap pahanya yang masiHPolos karena celananya belum dipakai oleh Esther. Kemudian terus naik ke atas, sampai tersentuh lagi di jariku bulu-bulu kemaluan Esther dengan segala kehangatan dan kebasahan yang sepertinya mulai membanjir lagi keluar dari lubang yang barusan habis dilumat mulutku.
"Ouuhh.. aauuff.. sstt.. sshh.. yahh.. Aku pingin lagi Mas.. sshh.." si Esther pun seperti tidak mau kalah merintih keenakkan, sementara tangannya terus mengocok kemaluanku.
"Aduuhh.. Mas.. dimasukkin aja ya..?" sepertinya dia sudah tidak sabar ingin lubang kemaluannya segera dicolok oleh batang kemaluanku.
"Hahh..? Gila Kamu..! Ntar gimana..? Terus siapa yang mengawasi, siapa tahu ayah atau ibu ntar bangun lho..?" kataku khawatir.
Esther tidak langsung menjawab, dia malah memposisikan tubuhnya naik di pangkuanku dan batang kemaluan yang masih digenggamannya itu diarahkan ke liang vaginanya.
"Bodo ah Mas..! Aku nggak peduli..! Kalau emang ketahuan sama Ayah, biar sekalian aja Kita dikawinin.." ucap Esther yang memang sudah sangat bernafsu ingin merasakan hunjaman batang kemaluanku menusuk-nusuk liangnya yang semakin banjir.
"Kamu emang geblek Ther..! Ngaco..!" kataku setengah membentak pelan, walau sebenarnya di dalam batinku memang ingin merasakan juga jepitan lubang kemaluan Esther meremas-remas batang kemaluanku.
Bukanya menjawab, Esther malah membimbing batang rudalku, lalu mulai menancapkan rudalku di belahan lubang vaginanya sendiri yang sudah setengah terbuka itu. Sementara dengan posisi jongkok di atas pangkuanku, batang kemaluanku itu oleh tangannya diusap-usapkan dahulu di mulut kemaluannya sendiri. Terasa di kepala kemaluanku kebasahan yang menempel dari kemaluan Esther.
Esther menyambung pembicaraannya, "Biarin..! Mau geblek kek, mau gila kek, Aku memang gila.., gila akan punya Mas ini. Emang cuma Mas aja yang nggak bisa tidur, Aku juga sering nggak bisa tidur membayangkan ini-nya Mas kalau menembus punyaku.. uuhh.. Aku nggak kuat Mas.. nggak tahan ingin merasakan lagi ini-nya Mas.., oouuhh Godd..! Yess.. esshhtt.." kata-katanya terputus begitu tubuh Esther bergerak turun, yang membenamkan rudalku menerobos masuk ke liang kemaluannya sendiri.
Perlahan, rudal sepanjang 16 cm milikku itu menggelosor masuk menjelajahi setiap mili dinding kemaluanya sampai ujung kepala kemaluanku menyentuh mulut rahimnya. Didiamkannya sesaat batang kemaluanku tenggelam seluruhnya di dalam liang vagina Esther yang hangat. Dibiarkannya mulutkumenghisap lagi puting di kedua payudaranya.
"Adduuhh.. Mas.. sshh.. akhirnya aku ngerasain lagi punya Mas masuk ke punyaku. Mass.., sshh.. coba rasain ya.., gimana rasanya..?" kata-katanya menjadi tidak jelas.
Aku jadi bingung dengan perkataan Esther barusan. Tapi dua detik kemudian, kurasakan denyutan lembut dengan irama teratur, liang kemaluan Esther seperti meremas dan menggigit-gigit sekujur batang kemaluanku. Kontan aku merasakan nikmat surgawi yang baru kali ini kurasakan demikianhebatnya.
"Iihh.. sshhtt.. kok enak sih Sayang..? Ouhh.., belajar dari mana heh..? Oouhh.. shh.."
Esther hanya terlihat tersenyum melihat tingkahku yang kelojotan menerima denyutan dari lubang vaginanya di kemaluanku. Sesaat kemudian, Esther mulai menggerakkan pelan pinggulnya naik turun, otomatis rudalku juga keluar masuk dalam dekapan bibir kemaluannya.
"Ouuhh Mas, rasanya punya Mas tambah gede.. esshhtt.. bener nggak sih.? Sshh.. yaahh, abis.. punyaku.. sshhtt.. seperti ouhh.. sshh.. seperti nggak muat.. Yaahh., habis deh memekku.. oouuhh.. eeshh.. tapi.. aduuhh, tambah enak Mass.. sshh.. yahh.. ouuff Godd..!" kata-katanya terdengar terputus-putus diselingi desahan nikmat yang membuatku tambah bernafsumenuntaskan keinginan Esther.
Aku sendiri membantunya dengan menggerakkan pinggulku naik turun seirama tubuh Esther yang juga bergerak naik turun. Sementara, di pusat kenikmatan kami berdua itu terdengar kecipak-kecipak cairan yang keluar lagi dari kemaluan Esther membanjiri dan membasahi batang rudalku. 10 menit berlalu, masih dengan posisi seperti itu, terlihat Esther kelelahan, keringatnya melumasi seluruh tubuhnya, lalu tubuhnya ambruk menindihi tubuhku. Kuambil inisiatif untuk kembali menggerakkan tubuhnya, tapi sekarang gerakan itu dibantu kedua tanganku memegang pinggul Esher dan kugerakkan naik turun sambil kuimbangi juga dengan gerakan pinggulku naik turun membentur bongkahan pantatnya. Desahan dari mulut Esther kembali terdengar keras, mengiringi kelakuan kami di tengah malam buta itu.
"Teruss.. Mass.. sshh.. teruss.. yaahh.. Aku.., aduuhh yaahh.. Aku mau.. oouuhh God..! Aku mau keluar lagi Mass.. yahh.. yaahh.. sshhtt.. yaahh.." rintihan panjang terdengar lagi dari mulut Esther sambil memelukku erat dan jepitan kemaluannya terasa semakin keras berdenyut mendekap batang kemaluanku.
Sementara itu, kedua bola mata Esther hanya terlihat putihnya saja dan kuku-kuku di jarinya mencengkeram pundakku erat-erat. Aku sadar beberapa detik lagi Esther pasti akan menembus batas pintu gerbang kenikmatan duniawi yang kedua kalinya. Semakin kupercepat tanganku menggerakkan pinggulnya naik turun.
"Terus Mas.. Aku enak banget..! Yaahh.. yaahh.. Goodd..!" tubuh Esther kejang-kejang seperti orang kesurupan, matanya sekarang tertutup rapat dan mulutnya terlihat setengah terbuka hanya mengeluarkan desisan panjang, menandakan Esther sedang mengalami detik-detik dimana dia sudah hilang, Sadar tergantikan oleh serbuan kenikmatan dahsyat.
Terasa olehku lelehan lendir yang keluar dari liang kemaluan Esther menerobos melewati celah-celah sempit di antara dekapan dinding dan bibir kemaluannya menjepit batang rudalku, terus menetes membasahi celana panjangku.
"Enak sayang..? Heh..? Enakkhh..? Punyamu.. ouhh.. bener-bener deh.. sshhtt.. seperti meremas punyaku.., adduhh.. sstt.. Aku juga ngerasain enak diemut sama punyamu ini." kataku menghiasi puncak kenikmatannya.
Aku pun mengerang keenakkan sambil terus menggerakkan tanganku menaik-turunkan pinggul Esther guna membantu batang kemaluanku memompa lubang vagina Esther.
"Ayo dong Sayang..! Uuff.. sshh.. cepetan.. aduuhh.. Aku udah nggak kuatt.. aduuhh..! Gila..! punya Mas seperti tambah gede sih..?" kata-kata Esther diselingi rintihan nikmat itu seperti memacu semangatku untuk segera menuntaskan permainan kami kali ini.
Aku pun sepertinya sudah akan mencapai ujung dari penantianku akan kenikmatan sejati yang sebentar lagi akan kuraih.
Semakin kupercepat gerakan keluar masuk batang kemaluanku di antara jepitan dan denyutan lubang kemaluan Esther.
Namun tiba-tiba Esther menjerit lagi, "Aduuhh.. Mas.., Aku.. Aku mau keluar lagii..! Yahh.. Mass..! Enak sekali..! Aawww.., sshh.. Ya Tuhan..! Aku, Aku.., akkhh.. Aku keluaarr.. aarrcchh.."
"Hahh..? Gila bener cewek ini..!" kataku dalam hati, "Masa belum ada satu menit Dia sudah keluar lagi..? Aahh bodo amat..!"
Aku sedang berkonsentrasi dengan diriku sendiri untuk mendapatkan puncak kenikmatanku sendiri. Tidak kupedulikan cairan lendir yang kembali keluar deras dari sela-sela dekapan kemaluan Esther, yang membuat celanaku semakin basah. Lendir bening itu membuat liang kemaluan Esther semakin licin dan becek dan semakin terdengar keras kecipak air lendir di kemaluannya ketika rudalku semakin cepat dan ganas menghantam lubang kemaluan Esther bertubi-tubi.
"Adduuhh.. ampun Mass.. cepetaann.. Aku nggak kuat..! Oouwww.. yaahh.. Cepetan doong..! Gilaa..! Mati dah Gue..! Sshh.." Esther menjerit sejadinya, dikarenakan badai kenikmatan yang dirasakannya datang bertubi-tubi menyerang dirinya.
Mendengar Esther menjerit begitu, aku langsung menerkam mulutnya dengan bibirku untuk menghindari seisi rumah itu terbangun mendengar jeritan Esther.
"Mffhh.. eemmhh.. uuhh.. eemmffhh.." jeritan itu sekarang hanya terdengar di dalam mulutku, dan aku pun mulai merasakan rambatan kenikmatan yang terasa di batang kemaluanku mengalir menuju pucuk di kepala kemaluanku.
Benar saja, detik-detik dimana seorang laki-laki akan menyemprotkan air maninya segera akan kualami. Aku pun terbang ke alam bawah sadar dibuai badai kenikmatan sejati.
"Ya Tuhann..! Nikmat sekali.., oohh.." jeritku dalam hati, karena mulutku sedang melumat bibir Esther.
Batang kemaluanku seolah mau meledak mengeluarkan semua isinya dan terasa berdenyut-denyut keras, lalu tanpa bisa kutahan lagi, "Serr.. sreett.. seerrett.. srrett.. serr.." entah berapa kali spermaku menyembur di dasar lubang kemaluan Esther.
Gerakan keluar masuk rudalku perlahan kuperlambat iramanya, sampai akhirnya berhenti sama sekali. Kemudian kulepaskan tanganku dari pantatnya. Baru terasa pegal di sekujur lenganku yang sudah 10 menit menggerakkan bongkahan pinggul Esther. Dan kubiarkan batang kemaluanku terbenam dalam dekapan lubang kemaluan Esther yang nyaman dan sudah banjir cairan spermaku bercampur lendirnya sendiri.
Kulepaskan lumatan mulutku di mulut Esther, langsung pecah rintihan Esther berbarengan dengan eranganku, "Mmhhuaahh.. Mass.. oouuffsshh.. Gilaa..! Enak banget..! Eehh.., Kamu keluar Mass..?" tanya Esther masih diselingi desahannya.
Aku mengangguk. Sambil masih merasakan detik-detik pasca orgasmeku, kujawab dengan nafas yangmasih memburu, "Iyaahh.. oouhh.. eesstt.. oouuwwhh.. kok tahu Sayang..?"
Sambil tersenyum nakal dia menjawab, "Hhmm.. punya Mas nyemprot buanyaak.. banget..! Kerasa kok di punyaku, hangat.."
Tiba-tiba Esther bangkit dari pangkuanku, dan otomatis terlepaslah batang rudalku dari kehangatan lubang vagina milik kekasihku ini. Lalu dia berdiri, bergerak melewati tubuhku sambil mengarahkan telapak tangannya ke bawah selangkangannya menutupi daerah kewanitaannya.
"Takut ntar sperma Mas jatuh ke karpet.." begitu alasannya.
Kemudian dia berjongkok di sampingku sambil tetap telapak tangannya masih menutupi selangkangannya, kulihat dari lubang kewanitaanya itu keluar menetes deras spermaku tadi. Ditampungnya air maniku yang putih kental itu dengan telapak tangannya.
Aku hanya terbengong melihat kelakuannya, "Ngapain sih..?" tanyaku heran.
Esther bukannya menjawab, malah tersenyum penuh arti menatapku.
Ada 3 menit dia begitu, sampai akhirnya dia melepas tangannya dari situ. Kulihat jelas cairan spermaku yang tertampung di telapak tangannya yang mungil.
Dibauinya spermaku itu, seolah dia baru mendapatkan harta karun yang sangat berharga, "Nih Mas.. sperma Kamu, harum ya baunya..? Kayaknya lezat deh..!" Esther seperti berbicara pada dirinya sendiri sambil menunjukkan air maniku di depan wajahku.
Aku semakin keheranan dengan semua kelakuanya itu. Tetapi apa yang dilakukan Esther sungguh di luar dugaan, cairan kental itu langsung diarahkan ke mulutnya dan dihirup sedemikian rupa dan ditelannya sampai ludes. Bukan itu saja, Esther juga menjilati telapak dan jari di tangannya, seolah tidak rela ada setetes pun cairan spermaku tersisa.
Dan belum hilang rasa kagetku, disambarnya batang kemaluanku yang sudah mulai mengkerut itu dengan tangannya.
"Mau ngapain Ther..?" tanyaku tersekat tenggorokanku terkejut melihat ulahnya.
Tanpa menjawab apa-apa, Esther menurunkan kepalanya ke arah selangkanganku dan kemaluanku sudah tenggelam di dalam mulutnya. Dijilatinya kulit di sekujur batang rudalku itu dari mulai puncak di kepala kemaluanku sampai ke pangkalnya yang di situ masih melekat sisa air maniku bercampur cairan lendirnya sendiri. Beberapa saat kemudian, Esther menyudahi aksinya, lalu dikecapkannya lidahnya, seolah dia masih belum puas dengan hidangan yang barusan dinikmatinya.
Memang sekujur batang kemaluanku terlihat sudah bersih karena baru saja dijilat Esther.
Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya, "Ampuunn deh Kamu! Ckk.. ck.. Aku nggak bisa ngomong apa-apa eh.. Ther, kan di situ ada lendir Kamu juga..? Wah bener-bener dehh.. Aku baru melihat ada wanita kayak Kamu.."
Esther dengan enteng menukas, "Biarin..! Sperma Mas campur lendirku, enak lho Mas..! Lagian tadi Mas juga begitu, hayo..! Ngapain lendirku diminum..? Aku juga pingin kan ngerasain sperma cowok kayak apa..?"
"Lho..? Emang sama suami dulu Kamu belum pernah..? Maksudnya belum pernah ngerasain spermanya..?" tanyaku penuh selidik.
"Tau nggak Mas..? Setiap em-el sama suamiku dulu, Aku jarang puas, apalagi sampai mau menjilat dan mau menelan lendir kemaluanku, uuhh.. boro-boro..! Lagian kalau Aku sama suamiku dulu, Aku nggak pernah mau menelan spermanya, kayaknya mau muntah, gitu, nggak tau kenapa..? Terus terang Mas, sperma Mas enak, gurih, manis nggak bau apek, bikin Aku ketagihan..!"
Aku menggodanya, "Allaa.. masak sih..?"
Dengan serius Esther menanggapi godaanku, ditatapnya mataku dalam-dalam sambil berkata, "Ngapain sih Aku bohong, Mas..? Kalau Mas Pram saja mau memperlakukan Aku demikian, itu suatu sensasi tersendiri buatku, Aku belum pernah diperlakukan demikian Mas.., Aku merasa seperti wanita yang sangat dihargai, dihormati..! Kenapa Aku nggak bisa mengimbanginya..?"
Kata-katanya terdengar pelan bercampur dengan isakan tangisnya. Aku jadi tertegun, tidak mengira dia jadi begitu. Kemudian dia melanjutkan, "Mungkin karena Aku.., Aku sangat mencintaimu Mas. Kadang Aku menyesal, harusnya Aku kenal Mas lebih dulu dari dia, biar Aku merasakan nikmatnya menikah dengan Mas, Aku nggak mau kehilangan Mas, jangan tinggalin Aku, Mas..!" kata-katanya ditutup dengan isakan tangisan yang mengharukan.
Dengan pakaian yang masih acak-acakkan, kurengkuh tubuh mungilnya, kedekap dia erat-erat, kubiarkan dia menangis di dadaku. Kuelus rambutnya sambil kukecup keningnya. Aku menghibur Esther agar kekasihku ini jangan sampai terlarut dalam kesedihannya.
"Ya Sayang.. Aku mengerti, Aku janji, Rian akan mempunyai ayah baru, yang lebih bertanggung jawab, lebih pengertian, saleh, yang setia dan mau berkorban demi keluarganya.." kataku berusaha menenangkannya.
Masih berurai air mata, Esther menatapku sayu, "Siapa ayah Rian yang baru itu Mas..? Aku mau memberinya ayah seperti yang Mas katakan barusan itu, Aku mau Mas..!"
Kucubit pipinya yang basah oleh air matanya, "Kalau ayahnya itu.. nngg.. Aku.. bagaimana..?"
Esther hanya terdiam, tetapi jelas di matanya makin deras air matanya jatuh di pipinya.
"Aku nggak mau dibohongi Mas, Aku mau Mas serius, jangan mempermainkan perasaanku, Mas..! Pleasee, Aku takut kalau Mas hanya main-main sama Aku..!" katanya dengan sendu.
Gantian aku yang menatap matanya dalam-dalam, "Tahu nggak, Aku punya rencana memberi hadiah buat ulang tahun Rian tahun depan, kamu tau hadiahnya..?"
Esther hanya mengerenyitkan dahi, menunggu kelanjutan ucapanku.
Sambil kukecup pipi kirinya, kubisikkan pelan di telinganya, "Aku mau memberikan adik buat Rian..!"
Sesaat Esther terpaku mendengar ucapanku tadi, sedetik kemudian dia menghambur dalam pelukanku.
"Bener Mass..? Oohh.. betapa bahagianya jika memang Mas mau memberi Rian seorang adik, berarti kita menikah kan..?"
Aku tertawa mendengar kata-katanya, "Emang Aku mau apa, punya anak haram..? Lho iya dong, Kita menikah Sayang.."
Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 01:15 dini hari, wah gawat nih. Lekas-lekas kulepaskan tubuhnya, kemudian kami pun berbenah merapihkan baju dan tempat yang baru saja terjadi pergumulan dahsyat itu.
Aku tertegun mendapati celana panjangku basah kuyup, kutatap sesaat bagian yang basah itu, lalu kualihkan menatap matanya, entah seperti ada komando, kami tertawa geli, kukatakan kepadanya, "Busyeet dah..! Sampai kayak gini, seperti habis kecebur kolam aja."
Esther mencubit lenganku keras, sambil menyungut, "Iya nih, Aku sampai dehidrasi..! Kekurangan cairan tubuh..!"
Tidak lama kemudian, aku pamit pulang dengan sejuta kenangan yang akan aku simpan selamanya.
Sampai 4 bulan kemudian, kami pun pisah, karena memang pada dasarnya aku tidak bisa menerima kondisi Esther yang janda beranak satu. Kukenalkan dia dengan salah satu temanku yang juga duda, dan tidak lama kemudian, mereka menikah dan Esther keluar dari kantorku sebulan sebelum dia menikah. Sampai saat ini pun, aku masih terbayang dengan wanita bekas karyawanku itu, yang pernah memberikan sesuatu pengalaman menarik tersendiri, walau sekarang dia sudah menikah. Tapi pengalaman-pengalaman bersamanya masih tetap terpatri di lubuk hatiku yang terdalam.
TAMAT
No comments:
Post a Comment