WELCOME to pusatceritadewasaku.blogspot.com

Blog ini merupakan kumpulan Cerita Dewasa dimana dunia maya menyebutnya cerita dewasa, cerita seru, cerita lucah, cerita sex atau cerita porno. Blog ini akan terus kami update. Masukan dari pembaca kami ucapkan terima kasih

Tuesday, June 14, 2011

Eksanti, The Next Sequel - 2

"Achh.., Santi enak sekali Mas!!", Eksanti menjerit pelan, sementara air wanginyapun semakin deras mengalir. Kini jari tengahku telah terbenam sebagian di dalam lubang bibir kewanitaannya, dan Eksantipun beringsut sesaat dari tempat duduknya mencoba untuk memberi jalan masuk jemariku lebih dalam lagi.
"Teruss.. Mas.. teruskan Mas.. jangan berhenti", Eksanti mengerang-erang kenikmatan.
"Yaa.. sayang.. lepaskan emosimu.. berteriaklah, Mas sangat ingin mendengarnya, berteriaklah yang keras..", aku berbisik. Jemariku telah terbenam seluruhnya ke dalam lubang bibir kewanitaannya, aku menarik dan menusukkannya pelan-pelan, lembut.. lembut sekali.

Jalan di depan kini semakin lancar. Tak mungkin mobil dijalankan tetap dengan gigi 2. Lalu bagaimana caranya?
"Biar saya yang pegang persneling..," tiba-tiba Eksanti berucap. Duh, Eksanti ternyata mengerti 'perasaan' mobil juga! Aku mengurangi gas, menekan kopling, membiarkan dirinya memindahkan persneling ke gigi 3. Mobil melaju dengan cepat

Jari tengahku kini sudah masuk setengahnya, berputar-putar perlahan menyentuh-nyentuh dinding kewanitaannya. Tubuh indahnya bergetar halus, bukan saja oleh getaran mobil, tetapi juga oleh birahi yang kini mulai mendaki puncak. Jalanan semakin lancar. Aku mengurangi gas, menekan pedal kopling. Eksanti cepat-cepat memindahkan persneling ke gigi 4, lalu menggeliat merasakan jariku menyentuh bagian dalam kewanitaannya. Ahh.., nikmat sekali dicumbu kekasih sambil menukar-nukar persneling! Mobil melaju menembus Jalan Sisingamangaraja yang mulai lancar. Lampu kebetulan selalu hijau, sehingga aku tidak perlu mengurangi kecepatan. Jariku kini keluar-masuk perlahan-lahan, sambil sekali-kali memutar. Eksanti tetap berpegangan di persneling, sementara tangan yang satu erat mencengkram meremas pinggiran jok.

Mobil berjalan lancar, sehingga persneling tidak perlu dikontrol lagi. Maka tangan Eksanti melepas handle persneling dan membuka kancing atas bajuku, satu-persatu dengan ketrampilan dan ketenangannya. Tak lama kemudian, dadaku yang bidang telah terbuka sebagian. Lalu Eksanti membungkukan badannya sedikit, dan .. aku menggeliat kegelian ketika bibir basah Eksanti tiba di putingku yang kecil. Rasanya seperti disengat kenikmatan dan aku mengerang pelan. Eksanti bahkan lalu mengulum dan menyedot, sehingga aku tak lagi hanya mengerang tetapi juga merintih. Enak sekali, ternyata jika seseorang bermain-main dengan puting susu! pikirku dalam hati.

Tiba-tiba Eksanti memeluk bahuku, lalu mencium leherku sedikit di bawah kuping. Aku menggeliat kegelian, lalu tangan kiriku balas memeluk pinggang Eksanti untuk merapatkan tubuhnya ke arahku. Kemudian aku mendengar ia berbisik dengan nafasnya yang hangat menyentuh tengkukku, "..sekarang giliran Mas juga, yaa.."

Tangan kecilnya yang semula mencengkeram erat sisi jok mobil itu, telah berpindah di atas resliting celanaku. Tangan Eksanti cepat sekali telah menurunkan resleting celanaku yang diam saja tak tahu harus berbuat apa. Lalu dengan lembut tetapi agak memaksa Eksanti meremas-remas dengan lembut kejantananku yang sedari tadi telah menegang keras sekali. Dengan tidak sabar Eksanti membuka celanaku, jari-jemarinya yang letik mulai mengelus-elus di atas celana dalamku yang telah menggembung dan agak basah di sana-sini. Ah, aku pun hanya bisa memejamkan mata, membiarkan apa pun yang akan terjadi berikutnya. Aku pasrah saja. tangan kecilnya mencoba meraup kejantananku dari balik celana dalam katun yang aku kenakan.

Tangannya kini telah menggegam kejantananku yang mencuat keatas, dan tangannya mencoba bergerak naik turun disepanjang kejantananku. Jemari itu lalu meremas pelan, mengelus dan menelusur ke atas ke bawah. Aku memejamkan mataku erat-erat, seakan memastikan bahwa ini adalah sebuah mimpi yang nyata, sebuah kenyataan yang aku impikan. Tubuhku meregang merasakan jemari itu melakukan sesuatu yang menakjubkan, membuat seluruh daerah di bawah perutku terasa tiga kali lebih besar dari biasanya.

"Achh..", aku mendesis pelan, sembari tangan kiriku tetap menusuk-nusuk bibir kewanitaannya dengan irama yang semakin cepat dan semakin cepat. Eksanti semakin mengelinjang-gelinjang merasakan kenikmatan luar biasa.
"Mas.. makin dalam..Mas, makin cepat Mas.. please..", Eksanti berteriak-teriak lirih. Nafasnya memburu, merasakan dirinya kini tengah mendaki menuju puncak asmara. Oh, mudah-mudahan tidak ada lampu merah. Mudah-mudahan mobil lancar terus sampai Radio Dalam.

Mulut Santi terus mengulum putingku yang kecil, tangannya terus menggosok-meremas. Dua sumber kenikmatan saling bertumbukan di tubuhku, menyebabkan badanku bergetar hebat. Sebuah desakan gairah mulai terkumpul di tubuh bagian bawahku, membuat kedua pahaku terasa berat untuk memainkan pedal gas dan kopling. Seluruh otot tubuhku seperti sedang bersiap-siap meledak, seperti seorang lifter bersiap-siap mengangkat barbel, seperti kuda yang berancang-ancang melompat, seperti burung garuda yang bersiap mengudara.

Gerakan Santi makin cepat, dan sedotan mulutnya makin kuat memilin-milin putingku yang tentu saja tak pernah lebih besar dari semula. Tidak seperti puting payudara Eksanti. Tangan Eksanti naik-turun dengan bergairah, begitu cepat sehingga hanya tampak dalam bayang-bayang. Lalu, dengan tiba-tiba Eksanti merunduk, Eksanti mengarahkan mulut kecilnya menuju kejantananku yang sedari tadi menegang ke atas. Eksanti menciumi kepala kejantananku yang juga mengeras, Eksanti menjilatinya dan darahkupun mengalir deras ketika lidah lembutnya menyentuh lubang kecil kejantananku.

"Achh.. geli, tapi enak sekali..", aku berkata lirih. Lalu mulut kecilnya mulai mengulum-ngulum kepala dan badan kejantananku, sementara tanganya tetap bergerak keatas kebawah seirama dengan gerakan mulut kecilnya itu. Semakin cepat, dan semakin cepat.., dan jantungkupun berdegup semakin keras. Jari tanganku juga semakin cepat menusuk-nusuk lubang bibir kewanitaanpun, seirama dengan gerakan mulutnya yang mengulum-ngulum kejantananku.

"Cepat, mass.." desahnya sambil menggeliat. Aku melihat spedometer, lho.. ini sudah 80 km per jam. Kurang cepat apa? "Cepat, Mas.. " desahnya lagi. Ah, tololnya aku! sergahku dalam hati. Eksanti tidak menyuruhku menancap gas mobil. Eksanti menyuruhku mempercepat gerakan tanganku. Sambil menahan senyum, aku pun mempercepat gerakan jariku. Keluar-masuk. Berputar. Keluar-masuk. Berputar. Semakin lama, semakin cepat. Semakin membuat Eksanti menggeliat, mendesahkan erangan-erangan kecil, dengan nafas yang semakin memburu. Eksanti sedang menuju klimaks. Kedua kakinya semakin mengangkang. Punggungnya melenting, kepalanya mendongak dengan mulut setengah terbuka. Kedua tangannya erat mencengkram sisi-sisi jok. Oh, sebentar lagi. Sebentar lagi.., sedikit lagi..

Beberapa saat kemudian, "Oocchh..Mas, Santi nggak tahan..", Eksanti menjerit sambil menggigit kepala kejantananku dengan lembut, sementara tangannya tetap mengocok-ngocok kejantananku semakin cepat. Aku mengerang panjang ketika akhirnya aku tak bisa lagi menahan serbuan puncak birahi menerjang mencari jalan keluar. Apalagi kemudian satu tangan Eksanti yang masih bebas, ikut bermain di bawah sana, memegangi kantong di bawah kelaki-lakianku yang seperti mengeras-membatu. Tangan Eksanti meremas pelan kantong kenyal itu. Pelan saja, tetapi sudah cukup membuat aku menggeramkan penyerahannya, mengerangkan kepasrahannya, ketika dengan deras cairan hangat kentalku hendak lepas dari tempat persembunyiannya, ingin menghambur keluar.

Sepuluh detik berselang, aku merasakan seluruh otot badanku menegang, dan akhirnya.."Oochh.. sayang.. Mas mau keluarr..", aku berkata setengah berteriak dan Eksanti semakin mempercepat irama gerakan mulut dan tangannya. Kenikmatan yang aku rasakan semakin memuncak dan.. "Sayangg.. Mas keluarr..", aku menjerit pelan, seraya mengeluarkan ledakan lava panas pertamaku di dalam mulutnya. "Ochh..", Eksanti terkaget sejenak, tetapi tetap mengulum kejantananku. Kini yang aku dengar dari mulut Eksanti hanya suara "Aarrcchh.. aarrccrhh.. aarrcchh..", sambil melepas kejantananku dari mulutnya dan membantingkan badannya turun dari atas pangkuanku.

Dengan nafasku yang masih terengah-engah, aku memiringkan sedikit pinggang dan badanku, agar semprotan lava cintaku tidak mengenai muka dan rambut Santi. Kurasakan kenikmatan yang luar biasa pada ledakan-ledakanku berikutnya, geli.. tapi nikmat sekali.. Lava panas ledakanku yang pertama menetes deras dari mulut kecil Eksanti, membasahi badan kejantananku, licin dan nikmat sekali. Lalu Eksanti menyapu-nyapu kejantananku dengan lidahku mencoba menghisap kembali lava nikmat itu.. Lampu jalanan di luar kendaraan tampak memudar di mataku. Jok mobil yang aku duduki terasa seperti awan yang membumbung membawa tubuhku melayang. Jemari dan tangan Eksanti masih meremas menggosok. Mulutnya yang basah masih mengulum-menyedot. Dunia nyata seakan berkeping-keping. Meledak menghamburkan pijar-pijar pelangi di kepala ku. Sungguh menakjubkan!

Lalu sepi bagai turun dari langit. Aku tergeletak lemas. Nafas kami berdua masih memburu. Eksanti mengelap mulutnya yang penuh dengan ceceran cairan cintaku dengan tangannya, lalu memencet hidungku sambil berkata "Mas jahaat.. mau keluar tidak bilang-bilang, sampai ada yang sedikit masuk ke mulut Santi..", sambil terus memelukku dan mencium pipiku. Aku membalas memeluk dan mencium bibirnya, seraya berbisik mesra. "Saayaang.. tidak apa apa, itu protein kok.., bukan cairan kotor..!"

Dua menit berlalu, lalu Eksanti mengelap kejantananku dengan tissue basah dan menutup kembali resliting celanaku dengan pelan. Sementara kejantananku masih tetap menegang. Eksantipun juga menaikkan kembali celana dalamnya, menutup bulu-bulu lembut di atas bibir kewanitaannya.

Tak terasa kami telah sampai di mulut jalan kecil menuju rumahnya. Tangannya masih tetap meremas jemariku, ketika mobil telah sampai di depan pagar rumahnya. Mobil kami berhenti dengan mesin dan AC yang masih tetap menyala.
"Sudah, ah.., nanti ketahuan orang di rumah!", sergahnya ketika aku hendak mulai membelainya. Aku tertawa lagi.
Aku memeluk dan mencium dahinya seraya berkata, "Santi, terima kasih sayang.."
"Mas, udah lega belum..?", ujarnya seraya matanya menatap sayu ke arahku.
"Tentu sayang.., kamu memang paling pinter membahagiakan mas", pujiku tulus kepadanya.
"Santi juga puas Mas.., tapi kadang-kadang Santi takutt..", Santi berkata pelan sambil menunduk.
"Takut..kenapa?", aku sedikit kaget dengan pernyataannya.
"Takut kalau ada yang tahu.., terus juga takut ntar kalau Santi kepinginn.. jalan terus sama Mas, gimana?"
"Achh.., Santi kan tinggal bilang sama mas", aku menjawab sekenaku sambil tersenyum geli. Aku memang tidak terlalu siap untuk menjawab pertanyaannya dengan serius. "..tapi kalau Mas yang ketagihan gimana?" aku balik bertanya penuh canda, mencoba menetralisir suasana.
"Achh.. nggak tahu achh.. Santi suka pusing kalau mikirin yang beginian", jawabnya mengelak pertanyaanku.
"OK.., kalau begitu kita jalanin aja yaa.., nggak usah dipikir-pikirin. Ntar pasti juga ada jalan keluarnya. Sampai besok yaa..", aku berkata pelan sambil sekali lagi mencium keningnya dan membantunya membuka pintu mobil dari dalam.
"Hati-hati yaa.. Mas, besok lagi yaa..", ucapnya penuh arti sebelum menutup pintu mobil, mengakhiri perjumpaan kami malam itu.

Akupun tersenyum sambil mengangguk. Mobil berlalu, dan aku masih terbayang kenikmatan yang baru saja kami alami, aku meraba kejantananku.. achh.. dia telah terkulai kecapekkan. Segala imajinasi birahi lenyap dari kepalaku, seperti api yang padam disiram berember-ember air dingin. Mobil meluncur cepat, masuk ke jalan tol, melaju ke arah selatan, ke rumahku.

TO THE OTHER MANAGER..

2 comments: