Mungkin cerita ini jauh dari seks yang menggairahkan, tetapi buatku ini adalah pengalaman yang baru. Tante Ana adalah seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun, untuk seusianya masih dapat dikatakan cantik walaupun tidak seksi. Kulitnya kuning langsat (rajin luluran katanya), ukuran fisik tinggi 165 cm, payudara 34 cup B, berat 58 kg, rambut hitam pendek, beranak dua, yang terbesar 8 tahun.
Saya mengenal Tante Ana dari e-mail yang dikirim setelah membaca kisahku di situs ini. Disitu ia ingin berkenalan, setelah saya beritahu no HP saya, maka diaturlah pertemuan yang singkat di hari Kamis. Sengaja saya mengambil hari kerja, supaya tidak mengganggu rumah tangga Tante Ana.
Kami bertemu di restoran yang terkenal dengan menu steak-nya, dari pertemuan tersebut sepertinya Tante Ana kaget juga, dengan terus terang dia berkata bahwa tampangku sangat tidak meyakinkan dan jauh dari tampan. Body-ku pun juga tidak seatletis yang dibayangkannya. Tapi aku senang dengan keterbukaannya. Dan memang bukan di"sana"lah kelebihanku. Akhirnya suasana mencair seiring waktu.
Kami ngobrol panjang lebar dan ditutup dengan sebuah pujian yang kupikir jujur keluar dari mulutnya.
"OK Sakti, Tante sekarang tahu kenapa banyak cewek yang mau sama kamu, cara kamu memperlakukan wanita sangat gentle, cara kamu berbicara supel dan mudah bergaul, dan yang terpenting kamu punya brain, sehingga wawasan kamu luas. Aku suka gaya kamu bersikap dan berbicara walaupun awalnya sulit. Maklumlah namanya juga baru kenal. Oh ya, ini no HP Tante.."
Akhirnya dia mengerti juga dimana kelebihanku. Ini juga diakui wanita-wanita yang pernah bercinta denganku.
Selang seminggu tepatnya hari Selasa, kutelepon Tante Ana.
"Siang Tante, sedang apa nih, sibuk ya?" sapaku basa basi.
"Ah nggak kok Sakti, eh di mana kamu sekarang?"
"Di kantor, Tante"
"Kok Tante nggak pernah kirim e-mail lagi sih, atau sudah lupa ya?"
"Oh ya sorry, Tante nggak sempet ke warnet, sibuk ngurus Tomy kenaikan kelas nih, besok deh Tante buka e-mail, emang Sakti kirim e-mail ya, apa sih isinya, sekalian aja ngomong sekarang?"
"Ah nggak kok, cuma kangen aja, boleh kan?" ceplas-ceplos kuucapkan, terkesan kurang ajar memang, tapi buat apa ditutupi.
"Kangen apa kangen.." Tante Ana mulai nakal menggodaku.
"Kalau kangen kok beraninya cuma telepon."
"Abis Tante juga sih yang nggak mulai, kalau ditawarin yang lain masak iya Sakti nolak, gimana?"
"Emang lagi kosong ya, ha.. ha.." Tante Ana menggoda.
"Gini aja deh.. sorry Tante belum terpikir ke "arah" sana untuk saat ini, tapi jujur saja Tante termasuk orang yang open mind dan bukan sesuatu yang tidak mungkin untuh hal itu.. Sakti tahu maksud Tante kan? Dengan berani ketemu Sakti saja itu sudah kemajuan buat Tante, dan butuh keberanian lho, artinya kemungkinan ke "arah" itu masih terbuka kok.. kita tunggu saja kapan Tante siap, OK."
Tiba-tiba pada hari Kamis Tante Ana bell ke HP-ku, "Sakti, sedang ngapain? Bisa ketemu nggak hari ini? Tante ada yang mau dibicarakan nih."
"Saya selalu ada waktu untuk Tante." gombalku, "Kapan, dimana, Tante yang tentuin deh."
"Di restoran kita dulu, jam dua sore ini bagaimana.." balas Tante Ana.
Beberapa jam kemudian..
"Maaf aku terlambat Tante, habis nggak punya mobil sih, jadi pakai angkutan umum, ini aja bajuku sampai basah oleh keringat, bagaimana Tante, tumben kok buru-buru ingin ketemu?"
"Begini Sakti, sekali lagi aduh.. Tante malu mau ngomongnya, sebenarnya sampai saat ini Tante belum siap untuk selingkuh, tapi memang libido Tante sebenarnya berlebih, cuma takut untuk mencoba dengan orang lain."
"Suami Tante bagaimana?"
"Sebenarnya nggak masalah dengan seks suami, kita selalu enjoy saja, dan orgasme setiap main dengan suami, demikian juga suami.. Cuma ya itu tadi.. mungkin ini gila, karena dorongan seks Tante yang besar.. seperti ada perasaan yang luar biasa untuk mencoba dengan orang lain, karena Tante nggak tahu harus bagaimana, jadi selama ini ya hanya baca-baca cerita porno saja sampai ketemu kamu, begini saja.. untuk permulaan karena Tante takut sekali, kita cukup petting saja bagaimana? sorry lho aku sudah nggak tahan nih untuk mencoba.. gila ya.. ha.ha?"
"OK," jawabku singkat, tetapi aku masih tidak mengerti maksudnya. Pokoknya tempat dan waktu sudah diatur, hari Rabu jam 4 sore kami janjian di sebuah hotel, setelah ketemu Tante Ana sudah menyiapkan laptop dan beberapa keping VCD porno.
Pertama Tante Ana minta ijin untuk membersihkan badan dulu, sementara aku menikmati tayangan VCD porno tersebut, beberapa diantaranya aku sudah hapal ceritanya karena pernah kutonton, apalagi bintangnya pasaran.
Tiba-tiba Tante Ana keluar hanya dengan handuk dibelit saja.
"Lho kok belum dibuka bajunya, Sakti?"
"Ah Tante saja dong yang bukain." Aku coba memulai merangsang daya keinginannya.
Pelan-pelan Tante Ana meraih kepalaku dan mula-mula sambil memejamkan mata dia bilang, "Sakti coba kiss Tante dong."
Dan pelan-pelan kubelai rambutnya sambil mengarahkan bibirnya ke bibirku, terasa hangat saat bibir kami bersentuhan. Inisiatif datang dari Tante Ana, dia coba memainkan lidahnya di rongga mulutku, aku juga mencoba mengimbangi. Sambil tannganku melepas handuk yang melilitnya. Tante Ana sekarang sudah dalam kondisi polos, rambut kemaluannya tipis, menandakan rajin dicukur, bibir vaginanya rapat dan kecil.
Kami berciuman cukup lama, kadang-kadang saling menggigit ringan, aku dan Tante berlomba untuk saling memainkan lidah kami. Dalam hal berciuman, Tante Ana cukup hot juga, dan aku kadang-kadang kehabisan napas karena tidak dibiarkan melepaskan lidahnya. Hangat dan sensual.
Aku merengkuh payudaranya sebelah kiri, dan terasa sudah mengeras. Aku baru sadar kalau puting Tante Ana sangat seksi, bahkan terseksi yang pernah kulihat. Aku sempat heran, untuk seusia Tante, puting payudaranya masih kencang dan berwarna merah, tidak hitam atau coklat tua. Betul, Tante Ana mengakui kalau dia jarang bermain di sekitar puting. Dan dia ingin sekali dimainkan dengan mulutku. Tapi ciuman kami belum berakhir, maka tanganku dengan aktif meraba dan membelai puting Tante Ana, refleks Tante Ana mulai mendesah, "Aaakkhh.. terus Sayang.. ucchh, nikmat Sayang, uh.. uh.. uh.." nafasnya tersengal-sengal.
Bibirku terlepas dari bibir Tante Ana, tampak sekali bibirnya basah dan memerah, ciumanku berlanjut ke lehernya.. lembut sekali, terdengar desahan yang tertahan tanda nafsunya mulai tidak dapat dikendalikan. Sementara aku baru mulai pemanasan.
Tante Ana mulai berani dan nakal dengan melepas pakaianku satu persatu hingga polos, "burung"ku sudah tegang karena bersentuhan dengan bulu-bulu di bibir vaginanya. Tangan Tante Ana meraih batang kemaluanku. Tangannya yang mungil terasa penuh menggenggam batang kemaluanku. Padahal ukuran burungku biasa saja. Tetapi cukup buat Tante Ana.
Jemarinya mengelus kepala penisku yang besar dan mulus. Memang kepala penisku berdiameter besar. Ternyata Tante Ana sudah pandai memainkan kemaluanku. Dengan gerakan yang teratur, ia dengan bersemangat mengocok batang kemaluanku.
Sementara itu ciumanku sudah mendarat di puncak payudaranya. Nikmat sekali.. payudaranya sudah mengeras dengan puting yang juga mengeras dan merekah. Pertama kugigit kecil putingnya sebelah kanan. Sementara puting sebelah kiri kupilin-pilin dengan jariku.
Tante Ana bergetar dan bibir vaginanya sudah mulai basah. Aku meneruskan dengan mulai menghisap keras payudaranya dan Tante Ana menjerit, "Sayang.. aku mau klimaks niihh.. oohh.. aku nggak kuat Sayang.. oohh.. akuu kliimmaaks Sayaagg ukkhh.."
Aku tidak berhenti, penisku yang sudah tegak kuarahkan ke bibir vaginanya yang sudah basah, tetapi sejenak Tante Ana berhenti dan memohon untuk tidak dimasukkan. Maka perlahan kubimbing Tante Ana ke ranjang dan kuarahkan kemaluanku ke bibir vagina Tante Ana.
Kugesek-gesekkan kemaluanku ke bibir vagina Tante Ana, terasa licin, dan kupercepat gesekan kemaluanku, kadang-kadang kutekan supaya menyentuh klitorisnya. "Ukkhh.. terus Sayang.. terus sayang.. ookkhh.. aauucchh.. aku mau dapat lagi nih, aduh sayang please jangan dimasukin ya.." Aku mencoba menghormatinya, maka secara perlahan gesekan kemaluanku, tetapi menambah tekanan ke bibir vaginanya, pantatnya kuganjal dengan bantal supaya agak terbuka dan memudahkan gerakanku.
Sebenarnya aku cukup terganggu dengan suasana ini, tapi aku mencoba untuk tidak melanggar. Maka dengan gerakan yang pelan dan keras gesekan antara kemaluanku dan bibir vaginanya akhirnya membangkitkan nafsuku, memuncak dan menuju ke klimaks.
Aku menyuruh Tante Ana di atas, dengan begitu ia bisa dengan mudah mengatur seberapa penetrasi yang dibutuhkan untuk memuaskannya. Tante Ana dengan gerakan yang sudah tidak teratur menggesek-gesekkan bibir vaginanya yang sudah basah dan licin dengan cepat. Dan untuk yang ketiga kalinya Tante Ana berteriak tanda orgasme, sedang aku terus mengatur napas untuk memacu pikiran supaya permainan ini segera tuntas.
Tiba-tiba Tante Ana berhenti dan membalikkan arah. Posisi 69 yang diharapkan, tentu saja aku harus menerimanya. Bau anyir vaginanya yang sudah basah sesaat membuatku terhenti, tetapi penisku yang dilumatnya masuk semua ke rongga mulut membuatku berani menjilat bibir vaginanya. Aku menyedot sisa cairan vagina yang ada dan kuusap dengan lidahku menelusuri setiap dinding vagina serta memainkan dengan ujung lidah di sekitar klitorisnya.
Sementara itu penisku terus dikulum seperti sedang menikmati ice cream. Aku sempat heran dengan hisapannya yang kuat, penisku siap meledak memuncratkan air mani, sementara desahan Tante Ana menambah nafsuku, sementara klitorisnya hangat dan basah terus kuusap dengan lidah. Gerakan mulut Tante Ana semakin tidak karuan, dan jilatan lidahku semakin penuh ke seluruh bagian bibir luar dan dalam vaginanya.
Tiba-tiba tante Ana berkata lirih, "Sayang keluarin di mulut Tante ya, semuanya ya Sayang.."Dengan mantap dan nafsu yang sudah tidak tertahan kugesek kencang penisku di mulut Tante Ana, sepertinya Tante Ana mengerti, dan lidahnya membantu mengusap penisku menambah semangat.
Saat yang ditunggu tiba, air maniku tumpah di rongga mulut Tante Ana, dan dengan sigap disedotnya air maniku, ditelan lalu sisa-sisanya tidak dibiarkan keluar dari mulut dan batang kemaluanku. Seluruhnya dibersihkan dengan lidahnya dan ditelan seperti menelan ice cream. Sebuah pemandangan yang sensual. Dan aku berhenti memainkan lidahku di klitorisnya, karena aku pun harus mendesah menahan klimaks.
Sejak permainan itu, kami rutin melakukan petting, karena Tante Ana masih takut untuk lebih dari itu. Sampai saat ini Tante Ana masih rajin berkirim e-mail, dan biasanya isinya jorok-jorok yang mengundang kami untuk janjian di sebuah hotel atau kadang-kadang kami main di mobil Tante Ana.
Kadang untuk mengobati rasa penasaranku, Tante Ana menyewa gadis panggilan yang seksi dan cantik untuk meneruskan keinginanku. Tetapi Tante Ana tidak ikut dan tidak berada dalam satu ruangan. Sehingga sehabis petting dengan Tante Ana, aku melanjutkan dengan bercinta dengan cewek yang disewa Tante Ana.
Demikianlah petualanganku yang menarik, hingga saat ini aku belum merasakan nikmatnya memasukkan penisku ke lubang vagina Tante Ana. Demikian juga Tante Ana belum merasakan nikmatnya permainan penisku di lubang vaginanya.
Pembaca tentu penasaran? Sama, sampai saat ini pun aku masih penasaran dengan Tante Ana, sementara itu, aku sudah berpetualang dengan wanita-wanita yang mengirimkan e-mailnya, Tante Ana masih tetap seperti yang dulu.
Cerita ini kupersembahkan buat Tante Heny, Cornelia, Yuni, dan semua yang ingin berkenalan dengan mengirimkan e-mailnya. Buat Tante Ana, kalau membaca kisah ini semoga suatu saat berubah pikiran dan mengijinkan aku untuk memasukkan penisku ke vagina Tante Ana.
TAMAT
No comments:
Post a Comment