Dari bagian 2
Desiran yang kurasa semakin menjadi saat ayah melorotkan CD yang kupakai lalu menyingkap naik bagian bawah dasterku. Posisiku jadi nungging membelakangi ayah dengan tubuh bagian bawah bugil. Ayah lalu memandu kedua kakiku untuk lebih merenggang jarak, lalu ia pun berlutut dibagian itu.
"Bagus sekali kemaluanmu ini Mar.." ayah memujiku.
"Ayah, saya mau diapakan lagi sih?"
Aku penasaran apa yang akan diperbuat ayah terhadapku. Tapi lagi-lagi ayah bilang kalau itu termasuk pengobatan tradisional yang akan mempermudah aku melahirkan kelak. Sambil menjelaskan itu padaku, tangan ayah mulai menjelajahi belahan pantatku
dan kadang menyusup sampai kebibir kemaluanku.
"Hsstt ahh," aku tak bisa menahan desah yang keluar akibat napasku mulai tersengal menahan dampak aksi ayah.
Perasaan geli menjalari vitalku dan membuat tenaga dikedua kakiku seperti melemah, posisiku jadi lebih merunduk dengan tangan terlipat dimeja dan susuku terhimpit antara badan dan meja. Aku melangkah mundur sedikit menjaga agar perutku tak tertindis tubuh dan terhimpit meja. Posisi itu rupanya membuat ayah semakin mudah menggapai vaginaku dari belakang karena tinggi meja yang hanya satu meter membuat aku nungging maksimal membelakangi ayah yang berlutut.
"Tahan sebentar ya sayang.. cuma sebentar kok,"
Ayah tak lagi mengusapi bongkahan pantatku, kini kedua tangannya menahan bongkahan pantatku dan menguaknya agar bibir vaginaku terlihat. Ditengah penasaranku, tiba-tiba kurasakan lidah ayah sudah menyapu bibir vaginaku. Ritme jilatan ayah di vaginaku sungguh teratur, setiap lima kali menjilat naik turun ayah selalu menghentikannya dibagian klitoris untuk menekan klitorisku dengan lidahnya itu.
Kendali benar-benar dipegang oleh ayah saat itu. Aku sudah tidak mampu lagi bergerak, apalagi menolak perlakuan ayah padaku. Cairan kental kurasa sudah mulai keluar dari vitalku membuat ayah semakin leluasa menjilat, mengecup, dan mengulum bibir vaginaku. Dendam nikmat yang tak kuraih dari Mas Hamdi semalam, ingin kutumpahkan disini, bersama ayahku.
"Aduhh yahh.. gelhihh sekalhii ehhsshh," saat ritme jilatan ayah menekan klitorisku, pantatku menyambut bergerak kebelakanng membuat wajah ayah tenggelam dibongkahannya, aku ingin agar lidah itu menekan lebih keras klitorisku. Tanganku menggapai apa saja yang ada diatas meja, meremasi gelas dan serbet disana demi menikmati sensasi itu. Koyakan-koyakan lidah ayah menembusi belahan bibir vaginaku, sesekali ayah menyedot dan menelan cairan kental yang keluar, lalu mengoyak lagi dan lagi.
"Ehm.. kemaluanmu sudah mulai berkedut Mar, apa sakit diperutmu sudah mulai hilang?" ayah menghentikan jilatannya dan bangkit mendekap tubuhku yang tetap nungging.
"Mhh aahh, belum yahh.. masih sakit perut Mar," aku menjawab begitu agar ayah meneruskan lagi jilatannya dan membuai lagi birahiku.
"Belum? Kalau begitu ayah teruskan ya pijitannya, kalau begini enak tidak sayang?" ayah berdiri dibelakangku, kedua tangannya mencengkeram pinggulku. Belum lagi aku menjawab pertanyaan ayah, kurasakan benda hangat dan tegang ingin menembus vaginaku.
"Ohh yaahh..," penis ayah yang sudah berada digerbang liang nikmatku langsung amblas separuh di vaginaku saat aku mundurkan pantatku.
Tapi ayah seperti ingin menyiksa birahiku, ia tetap berdiri mematung sekalipun penisnya sudah masuk separuh ke liang nikmatku. Kini akulah yang aktif memburu batang perkasa ayah, pinggulku memutar dan mundur-mundur menahan gatal yang ingin agar penis itu masuk utuh divaginaku. Beberapa menit seperti itu, ayah pun tak bisa lagi menahan birahinya, dan siap
menggenjotku. Tetapi baru saja ayah terasa akan menekan pinggulnya kedepan, mendadak terdengar ketukan pintu rumah. Ayah beranjak menjauhiku dan menaikan celananya lagi.
"Ada orang Mar.. kamu perbaiki bajumu ya, ayah lihat siapa yang datang," ayah meninggalkanku didapur.
Agak kesal memang saat itu karena aku sudah terlanjur birahi dan ingin sekali terpuaskan. Tapi kesal itu luntur saat terdengar suara Henny, adik bungsu Mas Hamdi.
"Mbak Mar ada Pak Sam.., saya disuruh panggil, Mas Hamdi sudah pulang," begitu suara Henny terdengar.
"Oh.. ada nak, Mbak Mar ada disini baru ngatur makanan untuk saya. Mar, Mar.." ayah memanggilku.
"Eh Henny, Mas Hamdi pulang ya.., yuk kita pulang. Yah Mar pulang dulu ya," aku berpamitan dan mengajak Henny pulang kerumah mertuaku, hari sudah beranjak siang saat itu.
Sampai dirumah Mas Hamdi memintaku membuatkan kopi untuknya, lalu dia banyak bercerita tentang hasil melautnya semalam.
"Cakalang sedang banyak Mar, mungkin setelah makan siang nanti saya bersama kawan-kawan kembali ke laut, mumpung rejeki nih," katanya.
"Iya Mas, tapi hati-hati ya," jawabku.
Setelah minum kopi, Mas Hamdi menarikku kekamar, dan minta aku melayani nafsu seksnya. Untung baru beberapa saat aku dirangsang ayah sehingga aku sangat senang melayani Mas Hamdi. Tapi seperti biasa, Mas Hamdi main tubruk saja. Menindih tubuhku masih lengkap dengan baju, Mas Hamdi hanya membuka resleting celananya. Dasterku hanya disingkap keatas dan CD dipelorot kebawah lalu ia menggenjotku.
"Ohh mass, enaakhh mass," walaupun Mas Hamdi tak merangsangku namun dengan membayangkan buaian ayah tadi, aku bisa terangsang dan benar-benar ingin dipuaskan. penis Mas Hamdi menembusi vaginaku dengan cepat.
"Iyahh sayangghh enaakhh sekalii.. pepekmu ougghh," Mas Hamdi melenguh, padahal baru beberapa menit penisnya masuk di pepekku.
"Ouhh.. Sstthh.. janghaann duluu mass, ahh," ingin kuhentikan saat merasakan penis Mas Hamdi berkedut menyemburkan sperma kerahimku. Oh, lagi-lagi dia hanya memikirkan kepuasan sendiri, tanpa mengerti perasaanku yang juga ingin merasakan nikmatnya disetubuhi suami.
"Uhh, nikmat sekali sayang, makasih ya," katanya, mengecupku, lalu pergi.
Aku ingin sekali marah, berteriak, dan maki-maki, tetapi semua hanya bisa tumpah lewat tangisan siang itu.
Sore hari setelah Mas Hamdi melaut, aku berpamitan kepada mertuaku untuk menjenguk ayah. Lagi-lagi alasanku ayah sedang sakit. Begitulah, sore itu aku kembali berada dirumah ayah, dan tak ingin membuang waktu aku langsung memluk tubuh ayah begitu masuk rumahnya.
"Oh.. ayahh, Mas Hamdi jahat yah..," aku menangis dipelukan ayah diruang tamu.
"Kamu kenapa Mar..? kenapa kamu..?" ayah nampak khawatir melihat aku menangis.
"Dia menyetubuhiku tapi perutku tambah sakit yah, ini yah disini sakit," aku menuntun tangan ayah keperutku yang mulai membuncit.
"Disini ya, sayang. Sudah, kamu diam ya nanti ayah obati.., nah disinikan yang sakit? disini juga ya..?" ayah seperti mengerti apa yang kuinginkan dalam posisi berpelukan sambil berdiri, tangan ayah mulai merayapi dari perut sampai selakanganku, membuat gairahku bangkit seketika.
"Ayo sayang, ayah obatin dikamar.., ups.."
Ayah membopong tubuhku dan membaringkanku diranjang kamarnya. Setelah itu, bagai serigala lapar, ayah melucuti pakaianku dan pakaiannya juga. Ayah langsung menerkam selangkanganku yang membasah dan menjilati lagi vaginaku.
"Ohh iyaahh yaah.. begitu yahh.. aahh," aku tak lagi bisa mengendalikan ocehanku, nikmat sekali perlakuan ayah itu.
Mendengar celotehku tangan ayah naik merambati susuku, meremas, dan mencubiti putingnya. Sepuluh menit mempermainkan vagina dan susuku, ayah rupanya tak tahan juga. Apalagi pagi tadi pasti ayah pun sangat menyesal nafsunya tak tuntas.
"Uh Mar.., angkat kakimu ya.. begini sayang," ayah membimbing kakiku menopang dipundaknya.
Dengan posisi itu ayah menepatkan penisnya dibelahan bibir vaginaku.
"Yahh.., obatin Marr yah.. cepet yahh," aku sudah merasa gatal sekali ingin segera menerima sodokan penis kekar ayahku.
"Mar.., kalau lagi hamil muda memang wanita butuh beginian, kalau suamimu susah, kamu sering kemari ya, biar ayah obatin.
Lagipula, wanita hamil paling enak memeknya.. kayak kamu ini," ayah sengaja lagi mempermainkan birahiku, aku diajaknya ngobrol sementara kepala penisnya yang bulat dibiarkan membenam di pintu vaginaku tanpa memasukan batangnya.
"Gimana Mar? Kamu jawab donk sayang..?" tanyanya.
"Duhh ayahh.. masukinn dong yahh, Mar nggak bisa nahan lagihh, ahh.. iyaa uhh," belum selesai aku memohon, ayah menekan pinggulnya, membuat penisnya masuk keliang nikmatku.
Bless.. cleepp..
Posisi yang dibimbing ayah ternyata membuat syaraf divaginaku menerima rangsangan yang maksimal. Dengan posisi itu penis ayah menekan cukup diklitorisku setiap kali keluar masuk menembus bibirnya. Penis ayah yang sedikit lebih gemuk dari penis suamiku serasa membuat bibir vaginaku ikut monyong-monyong menerima sodokannya. Tangan ayah meremasi susuku dengan keras, dan tanganku hanya bisa melampiaskan nikmatku dengan meremasi bantal dikepalaku.
Kunikmati setiap gerakan ayah, aku juga berusaha menggoyang ayah dari bawah memutarkan pinggulku semampuku, aku pun ingin ayah merasakan kenikmatan yang sama seperti yang kudapat darinya. Mungkin benar kata ayah, saat hamil muda wanita sangat butuh seks dan butuh terpuaskan. Rambutku yang panjang sudah acak-acakan mengikuti gerak kepalaku yang liar. Keringat ayah dan keringatku bercampur membasahi tubuh kami dan juga sprei ranjang.
"Ohh Marr.. bukan mainn Mar.. enakh sekali pepekmu nak..," ayah sudah hampir jebol, gerakan menggenjotku semakin cepat.
"Oyaahh..mmphh aahhsstt.. enaakk juggaa konntollnyaahh.. aahhsstt," saat gerakan ayah lebih cepat, rangsangan diklitorisku menjadi puncak.
Aku juga hampir jebol, meski berusaha kutahan tapi kedutan kecil dinding vaginaku semakin menjadi, sampai akhirnya kupiting leher ayah dengan betisku yang menggatung.
"Amphuunn yahh.. aahhsstt,.. enghh.. ahhsstt..enghmm.. yahh.. ohh," aku jebol, vaginaku berkedut menjepiti penis ayah.
"Maarr.. ennaakk ohh.. ouhh.. ohh, ennaakkh Marr ohh," beberapa detik kemudian ayah menyusul orgasmeku, tubuhnya mengejang dan tangannya semakin keras meremas susuku.
Ayah menurunkan kedua kakiku dari pundaknya tanpa melepaskan penisnya yang terjepit vaginaku, dan mengarahkanku untuk berbaring miring berhadapan dengannya yang terkulai disampingku, kelamin kami tetap menyatu saat itu. Sampai akhirnya penis ayah mengecil dan melepaskan diri dari jepitan vaginaku. Saat lelah kami terobati dengan tidur beberapa jam, malam itu aku pulang kerumah mertua, dan melanjutkan tidur nyenyak dengan perasaan nyaman sekali.
No comments:
Post a Comment